Menafsirkan Kecukupan Kriteria dari Ketentuan Ruang CT Scan sesuai Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011

Pendahuluan

pada bagian sebelumnya sudah dibahas mengenai bagaimana cara mendisain ruang radiasi untuk pesawat CT Scan.

Pada kesempatan kali ini akan dicoba dibahas kecukupan disain ruang dengan melihat dan mereviu kondisi ruangan CT Scan yang ada dan digunakan di beberapa tempat di Indonesia.

Sesuai dengan Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011 menyatakan ketentuan dinding ruangan untuk semua jenis pesawat sinar-X terbuat dari:
  1. bata merah ketebalan 25 cm atau
  2. beton dengan kerapatan jenis 2,2 g/cm3 dengan ketebalan 20 cm atau
  3. setara dengan 2 mm timah hitam (Pb), dan
  4. pintu ruangan pesawat sinar-X harus dilapisi dengan timah hitam dengan ketebalan tertentu;
Selain bahan untuk dinding, pada peraturan tersebut juga memberikan batasan ukuran ruang CT Scan, yaitu minimal 6 m x 4 m x 2.8 m.

Pada ulasan tentang cara mendisain ruang radiasi, penting untuk ditentukan adalah perkiraan beban kerja dan spesifikasi pesawat CT Scan yang akan dipasang.

Berikut ini (Tabel 1) dapat diketahui beberapa beban kerja dan ukuran ruang untuk pesawat CT Scan dari beberapa RS.



Pada Tabel 1 tersebut dapat diketahui, ternyata, ukuran ruang CT Scan yang sudah ada sekarang ini masih bervariasi mulai dari ukuran 5 m x 3 m sampai 7 m x 8 m. Artinya, sebagian masih belum memenuhi ketentuan yang ada pada Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011.

Namun, faktor ukuran ruang saja sebenarnya belum cukup untuk menyatakan bahwa ketentuan keselamatan radiasi tidak dipatuhi, karena masih ada faktor lain, seperti beban kerja, ketebalan dinding, dan faktor okupansi yang digunakan. Itulah yang dapat menyebabkan ukuran ruang dan ketebalan dinding berbeda-beda.

Permasalahan

  • Bagaimana mendisain ruang CT Scan secara pendekatan konservatif sehingga dapat terjamin keselamatan radiasi untuk pekerja radiasi dan masyarakat umum?
  • Bagaimana memastikan kecukupan ketentuan yang disyaratkan oleh BAPETEN dalam mendisain ruang CT Scan?

Metode Disain Ruang CT Scan

Pada tulisan sebelumnya sudah dibahas mengenai “disain ruang radiasi untuk CT Scan”. Pada tulisan tersebut menggunakan pendekatan :

  • faktor guna (U) adalah sama karena berupa radiasi hambur ke segala arah, yaitu 1
  • faktor hunian (okupansi) penuh atau bernilai 1.
Pada kesempatan ini, akan diberikan ulasan mengenai penggunaan faktor okupansi lain selain okupansi penuh, dan juga penggunaan pembatas dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat umum dalam rangka pembagian daerah kerja.

Pada dokumen NCRP No. 147 diperoleh berbagai nilai faktor okupansi sebagaimana Tabel 2 berikut.


Selain ketentuan pada NCRP 147, penentuan faktor okupansi juga dapat mengacu pada dokumen pedoman BC CDC Kanada:
  1. Okupansi penuh (full occupancy) : bernilai 1, diaplikasikan untuk ruangan yang dihuni oleh pekerja radiasi atau orang yang berada ditempat tersebut lebih dari 30 menit per hari.
  2. Okupansi parsial (partial occupancy) : bernilai 1/4, diaplikasikan untuk ruangan yang dihuni oleh pekerja atau orang yang berada ditempat tersebut kurang dari 30 menit per hari.
  3. Ruangan yang diperkirakan dapat berubah fungsi, dari okupansi parsial ke okupansi penuh, sebaiknya dipertimbangkan menjadi okupansi penuh.

Ada cara lain menentukan besarnya nilai faktor okupansi yaitu dengan memperkirakan berapa lama seseorang berada pada ruangan yang berdekatan dengan ruang sinar-X atau CT Scan. Misalnya, waktu kerja dalam 1 hari adalah 8 jam. 
Dengan menggunakan nilai faktor okupansi dari NCRP maka dapat diperoleh asumsi faktor okupansi sebagai berikut :



Faktor okupansi tersebut dapat dipertimbangkan untuk digunakan secara tepat dan benar sehingga diperoleh nilai ketebalan dinding penahan radiasi yang dapat menjamin keselamatan radiasi bagi pekerja dan anggota masyarakat.

Kriteria kecukupan ketentuan yang disyaratkan oleh BAPETEN dalam mendisain ruang CT Scan

Pada bagian pendahuluan disebutkan bahwa sesuai dengan Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011 menyatakan ketentuan dinding ruangan untuk semua jenis pesawat sinar-X terbuat dari:
  1. bata merah ketebalan 25 cm atau
  2. beton dengan kerapatan jenis 2,2 g/cm3 dengan ketebalan 20 cm atau
  3. setara dengan 2 mm timah hitam (Pb), dan

Selain bahan untuk dinding, pada peraturan tersebut juga memberikan batasan ukuran ruang CT Scan, yaitu minimal 6 m x 4 m x 2.8 m.

Untuk menjawab pertanyaan, bagaimana kriteria yang digunakan oleh BAPETEN dalam ketentuan disain ruang CT Scan sebagaimana ada dalam Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011?

Telah dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode yang sudah disampaikan pada ulasan sebelumnya (link berikut) sesuai dengan dokumen NCRP No. 147 :

  • Layout ruang CT Scan yang digunakan untuk perhitungan adalah:
Gambar 1. Layout Ruang CT Scan

 Deskripsi Gambar 1: ukuran ruang 6 m x 4 m dan titik perhitungan 30 cm di luar dinding, menghitung dinding A, jarak antara AE ditambah 30 cm atau sama dengan 230 cm. Begitu pula untuk dinding C, D, dan B.

  • CT Scan dioperasikan pada tegangan maksimum 140 kVp.
  • Spesifikasi beton yang digunakan di NCRP 147 adalah memiliki densitas 2,4 g/cm3, sehingga perlu konversi ke beton densitas 2,2 g/cm3 sebagaimana ketentuan Perka BAPETEN 8/2011.
  • Asumsi pembatas dosis yang digunakan: a). Dinding B untuk pekerja radiasi dengan pembatas dosis 0,2 mGy/minggu; dan b).Dinding A, C, dan D untuk masyarakat umum dengan pembatas dosis 0,01 mGy/minggu.
  • Faktor hunian (okupansi) menggunakan faktor okupansi penuh dengan nilai 1, pertimbangannya ruangan yang dihuni oleh pekerja radiasi atau masyarakat yang berada di luar dinding ruang CT Scan lebih dari 30 menit per hari.

Sesuai dengan asumsi tersebut di atas maka kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode NCRP 147 dan diperoleh hasil seperti Tabel 4 berikut:


Pada Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa untuk dinding Pb dengan ketebalan 1.98 mm ≈ 2 mm, dinding beton (2,2 g/cm3) dengan tebal 200 mm = 20 cm, dan bata merah 250 mm = 25 cm, diperoleh dari perhitungan dengan asumsi beban kerja maksimum 200 pasien per minggu.

Kesimpulan

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan mengenai kriteria yang digunakan oleh BAPETEN dalam ketentuan disain ruang CT Scan adalah sebagai berikut:

  1. Layout ruang CT Scan yang digunakan untuk perhitungan adalah: sebagaimana Gambar 1. Deskripsi gambar: ukuran ruang 6 m x 4 m dan titik perhitungan 30 cm di luar dinding, menghitung dinding A, jarak antara AE ditambah 30 cm atau sama dengan 230 cm. Begitu pula untuk dinding C, D, dan B.
  2. CT Scan dioperasikan pada tegangan maksimum 140 kVp.
  3. Beban kerja maksimum 200 pasien per minggu (8 jam/hari, 5 hari/minggu)
  4. Spesifikasi beton yang digunakan di NCRP 147 adalah memiliki densitas 2,4 g/cm3, sehingga perlu konversi ke beton densitas 2,2 g/cm3 sebagaimana ketentuan Perka BAPETEN 8/2011.
  5. Asumsi pembatas dosis yang digunakan: a). Dinding B untuk pekerja radiasi dengan pembatas dosis 0,2 mGy/minggu; dan b). Dinding A, C, dan D untuk masyarakat umum dengan pembatas dosis 0,01 mGy/minggu.
  6. Faktor hunian (okupansi) menggunakan faktor okupansi penuh dengan nilai 1, pertimbangannya ruangan yang dihuni oleh pekerja radiasi atau masyarakat yang berada di luar dinding ruang CT Scan lebih dari 30 menit per hari.

Jika pesawat sinar-X CT Scan akan didisain tidak memenuhi ketentuan dan kriteria tersebut maka dapat menghubungi BAPETEN untuk memperoleh asesmen.

Demikian semoga bermanfaat.

Pustaka

  1. Peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional
  2. National Council On Radiation Protection And Measurements (NCRP), “Structural Shielding Design for Medical X-Ray Imaging Facilities”, NCRP Report No. 147, Bethesda, 2004.
  3. Data Sekunder hasil survei ke beberapa fasilitas CT Scan di Indonesia, 2013 -2014.
  4. Web site, “Guideline for Determining the X-ray Shielding Requirements for a Computed Tomography (CT) Facility”, http://www.bccdc.ca/NR/rdonlyres/1D57A585-19F4-4F70-B4FE-35307478B116/0/CTShieldingGuidelinesFeb14.pdf, diakses Tanggal 3 September 2014.
  5. Web site, “Daftar Berat Jenis Material Bangunan”, http://proyeksipil.blogspot.com/2012/12/sebuah-bangunan-terdiri-dari-berbagai.html, diakses Tanggal 8 September 2014.

LihatTutupKomentar