Radiografer; Salah Satu Petugas yang Memikul Tanggung Jawab Keselamatan Radiasi

Definisi Radiografer
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. 375 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Radiografer, ada 5 (lima) definisi mengenai radiografer. Salah satu definisi radiografer yaitu sebagai tenaga kesehatan yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan radiografi dan imejing di unit pelayanan kesehatan. Radiografer merupakan tenaga kesehatan yang memberi kontribusi bidang radiografi dan imejing dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.

Tanggung jawab radiografer secara umum adalah menjamin terselenggaranya peiayanan kesehatan bidang radiologi / radiografi dengan tingkat keakurasian dan keamanan yang memadai.
Tanggung jawab dan tugas tersebut meliputi semua sarana pelayanan kesehatan bidang radiologi mulai dari puskesmas sampai dengan rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan radiodiagnostik, radioterapi dan kedokteran nuklir.

Sesuai dengan Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 8 Tahun 2011, definisi radiografer adalah tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dengan diberikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara penuh untuk melakukan kegiatan radiologi diagnostik dan intervensional.

Sedangkan menurut Perka BAPETEN No. 17 Tahun 2012, definisi radiografer adalah tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi yang diberikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara penuh untuk melakukan pengoperasian peralatan kedokteran nuklir.

Jadi, menurut BAPETEN, istilah radiografer itu ada 2 (dua), yaitu radiografer untuk radiologi diagnostik dan intervensional, dan radiografer untuk kedokteran nuklir.
Sedangkan untuk radioterapi, istilah yang digunakan adalah radioterapis dan dosimetris, meskipun berasal dari kualifikasi yang sama yaitu pendidikan minimum D3 radiologi.


Tugas dan Tanggung Jawab Radiografer

Secara umum tugas dan tanggung jawab radiografer dalam KMK No. 375 Tahun 2007, adalah :

  1. Melakukan pemeriksaan pasien secara radiografi meliputi pemeriksaan untuk radiodiagnostik dan imejing termasuk kedokteran nuklir dan ultra sonografi (USG)
  2. Melakukan teknik penyinaran radiasi pada radioterapi.
  3. Menjamin terlaksananya penyelenggaraan pelayanan kesehatan bidang radiologi / radiografi sebatas kewenangan dan tanggung jawabnya.
  4. Menjamin akurasi dan keamanan tindakan poteksi radiasi dalam mengoperasikan peralatan radiologi dan atau sumber radiasi.
  5. Melakukan tindakan jaminan mutu peralatan radiografi.

Menurut Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011, pada bidang radiologi diagnostik dan intervensional, tugas dan tanggung jawab radiographer adalah:

  1. memberikan proteksi terhadap pasien, dirinya sendiri, dan masyarakat di sekitar ruang pesawat sinar-X;
  2. menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan paparan yang diterima pasien sesuai kebutuhan;
  3. melakukan kegiatan pengolahan film di kamar gelap.
  4. menetapkan prosedur diagnosis dan intervensional bersama dengan fisikawan medis dan dokter spesialis radiologi atau dokter yang berkompeten.
  5. bersama-sama dengan fisikawan medis dan dokter spesialis radiologi, memastikan kriteria penerimaan mutu hasil pencitraan dan justifikasi dosis yang diterima oleh pasien.

Sedangkan pada bidang kedokteran nuklir, sesuai dengan Perka BAPETEN No. 17 Tahun 2012, tugas dan tanggung jawab radiografer adalah:
  1. memberikan proteksi terhadap pasien dan masyarakat di sekitar fasilitas kedokteran nuklir;
  2. menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan paparan yang diterima pasien sesuai kebutuhan dan standar operasional prosedur yang berlaku;
  3. menerapkan dengan benar prosedur kerja dan teknik khusus penggunaan peralatan kedokteran nuklir;
  4. menjamin bahwa pasien diidentifikasi dengan benar dan bahwa informasi mengenai pasien telah direkam dengan benar;
  5. menyediakan informasi untuk pasien mengenai prosedur yang akan mereka jalani;
  6. menyediakan informasi kepada orang yang menemani pasien dan kepada personil yang mengurus pasien setelah diagnosis atau terapi kedokteran nuklir;
  7. memverifikasi radionuklida dan/atau radiofarmaka yang digunakan dan menghitung dosis radionuklida dan/atau radiofarmaka sebelum diberikan kepada pasien;
  8. melaksanakan akusisi dan proses citra yang tepat;
  9. melakukan pemantauan paparan radiasi dan kontaminasi radioaktif di daerah kerja secara regular sesuai instruksi petugas proteksi radiasi;
  10. menginformasikan petugas proteksi radiasi dalam kasus kecelakaan radiasi;
  11. menginformasikan dokter spesialis kedokteran nuklir dan petugas proteksi radiasi dalam kasus tindakan atau pemberian radionuklida dan/atau radiofarmaka yang tidak sesuai prosedur kerja atau standar pelayanan medis; dan
  12. berpartisipasi dalam pelatihan teknologi baru kedokteran nuklir.

Pada bidang radioterapi, sesuai dengan Perka BAPETEN No. 3 Tahun 2013, radiografer yang bertugas di radioterapi yaitu radioterapis dan dosimetris memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing sebagai berikut: Radioterapis mempunyai tanggung jawab untuk:
  1. melaksanakan pencitraan untuk simulasi terapi;
  2. melaksanakan terapi radiasi sesuai data perencanaan pemberian radiasi, yang telah ditetapkan oleh dokter spesialis onkologi radiasi atau dokter spesialis radiologi konsultan onkologi radiasi dan fisikawan medis;
  3. memberikan proteksi terhadap pasien dan masyarakat di sekitar ruang peralatan radioterapi;
  4. menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan paparan radiasi yang tidak perlu bagi pasien; dan e. menerapkan dengan benar prosedur kerja dan teknik khusus radioterapi.

Dosimetris mempunyai tanggung jawab membantu fisikawan medis dalam:
  1. membuat perencanaan radioterapi untuk terapi eksternal dan/atau brakhiterapi;
  2. melakukan pengukuran dosimetri; dan
  3. melaksanakan program jaminan mutu.

Kompetensi atau kualifikasi Radiografer

standar kompetensi radiografer sebenarnya sudah terejawantahkan secara lengkap di KMK No. 375 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Radiografer. File KMK dapat di download disini.

Selain itu pada Tahun 2010, Menteri Kesehatan mengeluarkan Permenkes No. 161 Tahun 2010 tentang registrasi tenaga kesehatan yang kemudian disempurnakan pada Tahun 2011 dengan mengeluarkan Permenkes nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
Setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaannya wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan untuk memperoleh STR, tenaga kesehatan harus memiliki ijazah dan sertifikat kompetensi.

Jadi, radiographer sebagai salah satu yang termasuk dalam kategori tenaga kesehatan dalam bekerja wajib memiliki STR. Syarat untuk memperoleh STR adalah ijazah pendidikan radiographer dan lulus uji kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi.

Pada KMK No. 375 Tahun 2007 menyatakan bahwa sebagian besar radiografer adalah sebagai petugas proteksi radiasi (PPR). Oleh karenanya, juga berlaku ketentuan mengenai PPR yang ada dalam Perka BAPETEN No. 15 Tahun 2008 sebagai petugas keahlian yang memiliki Surat Izin Bekerja (SIB).

Sehingga, radiografer yang kompeten merupakan radiografer yang mampu menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana ada di KMK No. 375/2007 dan Perka BAPETEN No. 8/2011, yang secara legal ditunjukkan dengan memiliki STR dan SIB PPR bagi yang merangkap sebagai PPR.

Jadi, istilahnya, jika ada radiografer yang tidak kompeten maka akan tersingkir dengan adanya permenkes tersebut. Maka berlombalah untuk menjadi kompeten…

Radiografer memikul tanggung jawab keselamatan radiasi.

Pada PP No. 33 Tahun 2007, menyatakan bahwa pemegang izin merupakan penanggung jawab utama keselamatan radiasi. Selain pemegang izin, terdapat juga pihak lain yang terkait yang dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hal keselamatan radiasi berdasarkan tugas dan fungsinya di fasilitas atau instalasi.

Pihak lain yang terkait dengan pertanggungjawaban keselamatan radiasi adalah :
  1. petugas proteksi radiasi;
  2. pekerja radiasi;
  3. petugas keamanan sumber radioaktif;
  4. tenaga medik dan paramedik;
  5. tenaga ahli;
  6. pihak yang terkait dengan desain, pabrikasi, konstruksi sumber, dan/atau pihak yang mendapat tanggung jawab khusus dari pemegang izin.

Sedangkan pada Perka BAPETEN No. 8/2011, penanggung jawab keselamatan radiasi adalah pemegang izin dan personil yang terkait dengan penggunaan pesawat sinar-X.
Personil yang terkait tersebut adalah :
  1. dokter spesialis radiologi atau dokter yang berkompeten;
  2. dokter gigi spesialis radiologi kedokteran gigi atau dokter gigi yang berkompeten;
  3. tenaga ahli (qualified expert) dan/atau fisikawan medis;
  4. petugas proteksi radiasi; dan
  5. radiografer atau operator pesawat sinar-x kedokteran gigi.

Pasal 19 UU No. 10/1997: setiap petugas tertentu didalam instalasi nuklir dan di dalam instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi pengion wajib memiliki izin, dengan persyaratan memperoleh izin ditentukan oleh badan pengawas.

Pada pemanfaatan pesawat sinar-X, di Perka BAPETEN No. 8 /2011, salah satu syarat memperoleh izin pemanfaatan adalah menyediakan personil yang sesuai dengan jenis pesawat sinar-X yang digunakan dan tujuan penggunaannya.

Jadi, kalau ada instansi yang mengajukan izin penggunaan modalitas radiasi, salah satu persyaratan adalah tersedianya personil yang kompeten. Bagi radiografer, syarat kompeten harus memiliki STR. Jikalau radiografer yang diajukan tidak punya STR maka izin tidak dapat diberikan, dan modalitas radiasi tidak dapat dimanfaatkan.
Meskipun kenyataan dilapangan masih banyak modalitas radiasi yang belum punya izin sudah dipakai untuk pelayanan.

Apakah STR radiografer yang diterbitkan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) masih perlu validasi dari BAPETEN untuk menjadi petugas keahlian?

Petugas keahlian adalah orang yang kompeten untuk melaksanakan pekerjaan dan kewenangan yang sesuai dengan keahliannya dan memiliki sertifikat keahlian.

Sebelumnya kita menjumpai ada yang namanya sertifikat kompetensi, sekarang kita jumpa dengan yang namanya sertifikat keahlian. Apa perbedaan keduanya? Atau keduanya sama namun dikemas dalam istilah yang berbeda?
Sebagai gambaran mengenai apa itu sertifikat keahlian dan sertifikat kompetensi, maka dapat dilihat pada Perka BAPETEN No. 15/2008 untuk definisi sertifikat keahlian, kemudian pada Permenkes 1796/2011 untuk definisi sertifikat kompetensi.
Sertifikat Keahlian adalah bukti tertulis hasil kualifikasi yang diberikan oleh Lembaga Sertifikasi yang telah diakreditasi oleh lembaga yang berwenang.
Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seseorang tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.

Petugas keahlian diatur dalam Perka BAPETEN No. 15/2008. Selain petugas keahlian, perka tersebut mengatur juga PPR untuk bidang industri dan medik. Petugas keahlian yang ada pada perka tersebut hanya terbatas untuk pemanfaatan radiografi industri, iradiator, dan produksi radioisotop.

Sebagaimana diketahui bahwa radiografer tercatat di data izin, dan tergolong sebagai pekerja radiasi, sehingga dimonitor secara rutin dosis yang diterima dan kondisi kesehatannya. Atau dengan kata lain, radiografer adalah salah satu personil yang dipersyaratkan jika akan memiliki dan menjalankan modalitas radiasi seperti pesawat sinar-X. Jadi, jika suatu instansi sudah memiliki izin pemanfaatan dari BAPETEN, artinya sudah terpenuhinya kualifikasi personil yang dipersyaratkan sehingga alat yang dioperasikan dapat menjamin keselamatan dan kesehatan pasien, pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup.

Jika seorang radiografer memiliki STR, artinya dia sudah berkompeten dalam tugas dan tanggungjawabnya termasuk didalamnya sebagai operator pesawat sinar-X selain tugas pokok lainnya. Belum lagi yang merangkap sebagai PPR.

Kedepan, sebagaimana rekomendasi internasional mengenai justifikasi paparan medik, diperlukan sebuah koordinasi yang semakin konstruktif, kontinyu, dan dilandasi kepentingan bersama antara badan pengawas, kementerian kesehatan, dan organisasi profesi yang terkait untuk membina dan menemukan pola komunikasi yang tepat sehingga diperoleh kebijakan pengaturan pengawasan pemanfaatan radiasi pengion yang benar-benar efektif dan efisien.

Selain itu, kompetensi tidak hanya ditunjukkan oleh sebuat sertifikat keahlian ataupun sertifikat kompetensi, namun kompetensi itu harus senantiasa dijaga dan dipelihara dengan mengikuti pendidkikan dan pelatihan rutin, forum ilmiah, dan berpartisipasi mewujudkan keselamatan radiasi ditempat kerjanya.

Serifikat hanya sebuah awal… ayo pertahankan kompetensi..dengan menunjukkan etos kinerja yang baik dan bertanggung jawab.

Semoga Allah SWT meridloi jalan yang telah kita pilih…

Demikian, semoga bermanfaat…

Pustaka

  1. Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
  2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion Dan Keamanan Sumber Radioaktif
  3. Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. 375 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Radiografer
  4. Permenkes nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
  5. Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional
  6. Perka BAPETEN No. 17 Tahun 2012 Tentang Keselamatan Radiasi Dalam Kedokteran Nuklir
  7. Perka BAPETEN No. 3 Tahun 2013 Tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Radioterapi
  8. Perka BAPETEN No. 15/2008 Tentang Persyaratan Untuk Memperoleh Surat Izin Bekerja Bagi Petugas Tertentu Di Instalasi Yang Memanfaatkan Sumber Radiasi Pengion

LihatTutupKomentar