Kolimator Pesawat Sinar-X dan Permasalahannya

Kolimator merupakan salah satu bagian dari pesawat sinar-X yang memiliki fungsi untuk  pengaturan besarnya ukuran lapangan radiasi. Kolimator memiliki beberapa komponen yaitu lampu kolimator, plat timbal pembentuk lapangan, meteran untuk mengukur jarak dari fokus ke detektor atau ke film, tombol untuk menghidupkan lampu kolimasi, dan filter Aluminium (Al) dan/atau tembaga (Cu) sebagai filter tambahan.
Setiap pesawat sinar-X dapat memiliki bentuk dan disain kolimator yang berbeda namun secara garis besar komponen kolimator seperti yang sudah disebutkan.

Gambar 1. Kolimator Pesawat Sinar-X untuk radiografi umum

Sesuai dengan Peraturan Kepala (PERKA) BAPETEN No. 9 Tahun 2011 tentang Uji Kesesuaian pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional, Pasal 5, kolimasi merupakan salah satu parameter yang harus diuji dan merupakan salah satu parameter utama uji kesesuaian. Maksud dari parameter utama ini adalah parameter yang secara langsung mempengaruhi dosis radiasi pasien dan menentukan kelayakan operasi pesawat Sinar-X.
Uji kolimasi dalam perka tersebut meliputi 2 (dua) komponen, yaitu: iluminasi dan selisih lapangan kolimasi dengan lapangan berkas radiasi.  

Berikut ini disampaikan salah satu cara untuk menguji tingkat iluminasi (kuat cahaya) dan kesesuaian berkas radiasi dengan lapangan kolimasi.

1. Tingkat Iluminasi
Tujuan: memastikan bahwa lampu kolimator mempunyai kuat cahaya atau tingkat kecerahan yang cukup untuk menunjukkan bidang berkas sinar-X dan secara mudah terlihat di bawah kondisi pencahayaan ruangan.
Persyaratan: sesuai dengan Perka BAPETEN No. 9/2011, Tingkat iluminasi dari lampu kolimator tidak boleh kurang dari 100 lux pada jarak fokus – film 100 cm.
Metode Pengukuran :
  • alat ukur: light meter / iluminasi meter
  • dengan kolimasi terbuka penuh, nyalakan lampu kolimator.
  • Posisikan light meter pada jarak 100 cm dari fokus.
  • Ukur kuat cahaya pada tiap kuadran dari bidang kolimator untuk menentukan keseragaman intensitas cahaya. Catat iluminasi tiap kuadran dan hitung iluminasi rata-rata.
  • Ukur kuat cahaya latar (background) dengan kondisi lampu ruang pesawat Sinar-X nyala dan lampu kolimator mati. Catat iluminasi latar.
  • Hitung tingkat iluminasi dengan mengurangkan kuat cahaya rata-rata dengan latarnya.
  • Bandingkan dengan persyaratannya.

2. Kongruensi Lapangan Kolimasi dengan Berkas Radiasi dan dan Ketegaklurusan Berkas Radiasi
Tujuan : memastikan dalam batas yang dapat diterima bahwa bidang berkas sinar-X kongruen dengan bidang cahaya kolimator.
Persyaratan: Apabila terjadi penyimpangan maka harus memehuhi persyaratan bahwa penyimpangan bidang cahaya kolimator dengan berkas sinar-X bagian horizontal (∆x) maupun vertikal (∆y) tidak boleh melebihi  2% dari jarak fokus ke bidang film/citra dan total penyimpangan dari bidang horizontal dan vertical (|∆x| + |∆y|)  tidak boleh melebihi 3% dari jarak fokus ke bidang film.
Metode pengukuran:
  • alat ukur yang digunakan adalah collimator test tool, yang terdiri dari  satu plat dengan garis berbentuk empat persegi panjang (rectangular) yang tidak tembus radiasi (radioopaque) dan sebuah silinder dengan bola baja di bagian tengah setiap dasarnya yang tidak tembus radiasi. Jika gambar yang ada di bola atas overlap dengan gambar yang ada di bola bawah, maka penyimpangannya <= 0,50; jika gambar dari bola atas ada pada lingkaran dalam maka penyimpangannya = 1,50 dan untuk lingkaran terluar penyimpangannya = 30.
  • Pastikan pesawat sinar-X sudah siap untuk pengujian, yaitu: sudah dilakukan warm-up.
  • Posisikan fokus tabung sinar-X tegak lurus menghadap ke meja pasien. Untuk memastikan posisi tabung horizonal dapat digunakan water pass.
  • Posisikan plat rectangular di atas kaset yang berisi film ukuran 20 cm x 25 cm atau lebih besar pada jarak yang telah ditentukan, yaitu 100 cm dari fokus. Gunakan meteran untuk memastikan jarak pengukuran tepat.
  • Silinder ditempatkan pada plat tepat di bagian tengah. Setting alat seperti pada Gambar 2 di bawah ini.
 Gambar 2. Setting pengujian kongruensi kolimasi

  • Meja pasien harus horizontal dan tegak lurus dengan tabung sinar-X. Untuk memastikan posisi tabung horizonal dapat digunakan water pass.
  • Kolimator diatur sedemikian rupa sehingga bidang lampu kolimator sebangun dengan garis rectangular yang ada di plat seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Bidang lampu sebangun dengan garis rectangular

  • Kalau bidang lampu tidak sebangun dengan garis rectangular maka catat penyimpangannya.
  • Kemudian dilakukan penyinaran dengan kondisi diatur pada nilai sekitar 50 - 60 kVp, dan 3 - 8 mAs atau disesuaikan dengan kondisi pesawat sinar-X untuk penyinaran ekstrimitas.
  • Interprestasi citra yang diperoleh dari film memberikan informasi nilai ketidaksesuaian dengan melihat garis rectangular sebagai identitas kolimasi dan berkas radiasi yang menembus film (Gambar 4).
Gambar 4. Hasil uji kongruensi kolimasi

  • Sesuai dengan persyaratan, batas toleransi maksimum kongruensi kolimasi adalah (X1+X2), (Y1+Y2) tidak boleh lebih dari 2% jarak fokus – film dan [(X1+X2) + (Y1+Y2)] tidak boleh lebih dari 3%. Apabila salah satu persyaratan nilainya melebihi batas toleransi tersebut maka berkas radiasi dinyatakan tidak kongruen dengan bidang lampu kolimator.
Gambar 5. Penyimpangan ketegaklurusan berkas radiasi

  • Penyimpangan ketegaklurusan berkas seperti terlihat pada Gambar di atas dapat dihitung menggunakan persamaan , dengan r = panjang penyimpangan (cm), t = panjang silinder (cm), dan FFD = jarak fokus – film (cm).

Kalau kita perhatikan mengenai prosedur pengujian kolimasi di atas, ada satu parameter yang tidak dipersyaratkan di Perka BAPETEN No. 9/2011, yaitu ketegaklurusan berkas radiasi. Namun, pada Lampiran III Perka tersebut mempersyaratkan harus memiliki alat ukur ketegaklurusan berkas.
Ada yang bisa membantu menjelaskan?

Selanjutnya, ada beberapa hal yang penting untuk dicatat dan diingat mengenai peran pentingnya water pass. Biasanya sering terabaikan dan terlupakan. Water pass fungsinya untuk mengukur tingkat kedataran suatu permukaan. Bagaimana kalau diukur dengan water pass tidak sesuai? Kalau tabung pesawat yang tidak sesuai water pass-nya maka diatur tabungnya sehingga pass ukuran water pass-nya. Kemudian jika meja pasiennya yang tidak sesuai maka kalau meja pasiennya bisa diatur kemiringannya maka diatur disesuaiakan kedatarannya dengan water pass. Kalau meja pasien tidak dapat diatur kemiringannya maka sebaiknya pengukuran dilakukan dengan alas lantai ruangan. Mayoritas lantai ruangan sudah sesuai kedatarannya. Kemudian pasang kasetnya di atas lantai atau meja pasien, dan ukur kembali kedatarannya dengan water pass. Biasanya ada beberapa kaset yang mengalami penyimpangan kedataran. Kalau kasetnya kurang datar maka bisa di atur dengan menyelipkan kertas atau benda tipis di bawah kaset sehingga datar. Kemudian tak lupa juga plat rektangularnya dipastikan tidak melengkung, harus datar. Terakhir pastikan juga bahwa tabung silinder juga datar.
Setelah setting yang dilakukan benar dan tepat, maka dilakukan penyinaran dan analisis film. Jika ditemukan penyimpangan yang melebihi persyaratan Perka BAPETEN No. 9/2011 maka tindakan selanjutnya adalah perbaikan. 

Permasalahan yang sering dihadapi pada kolimator.
1.      Penyimpangan iluminasi.
Pada pengujian iluminasi sering ditemui bahwa iluminasi kurang dari 100 lux. Bahkan ada standar Negara lain harus lebih besar 160 lux. Kalau terjadi penyimpangan tersebut maka solusinya harus diperbaiki dengan penggantian lampu kolimasi. Apakah sesederhana itu solusinya? Itu adalah solusi cepat yang sering kita sampaikan, memanggil teknisi untuk mengganti lampu. 
Ada beberapa hal yang ditemui ditemui saat melakukan pengukuran iluminasi, kondisi seperti:
a.  Pengukuran iluminasi latar sering terpengaruh oleh isban-bayang kita. Jadi harus diingat jangan menghalangi sinar lampu ruangan isband alat ukur iluminasi. Sehingga tidak ada kontribusi penyimpangan dari personil penguji.
b.  Posisi lampu ruangan terhalang oleh tabung pesawat dan penyangganya. Kondisi pengukuran dilakukan di atas meja pasien atau di lantai. Sehingga dapat mempengaruhi iluminasi latar yang terukur. Seharusnya iluminasi latar tinggi karena terhalang jadi rendah. Hasilnya, seharusnya tidak lolos jadi lolos uji.
c.    Tingkat iluminasi tiap kuadran menunjukkan perbedaan yang signifikan, seperti kuadran bagian dalam lebih besar tingkat iluminasinya dibanding dengan bagian luar.

Gambar 6. Hasil Pembacaan tingkat iluminasi

d. Saat mengukur iluminasi, nilai yang keluar di alat ukur memiliki tingkat variasi yang tinggi, berubah-ubah dengan cepat. Sehingga memerlukan ketelitian untuk menentukan nilai yang dipilih.

2.      Penyimpangan lapangan kolimasi dengan berkas radiasi
Terjadinya penyimpangan lapangan kolimasi dapat disebabkan oleh kolimator yang pernah dibongkar karena perbaikan atau penggantian lampu kolimator, kolimator sering diputar-putar, dan adanya goncangan sehingga terjadi pergeseran plat timbal dan/atau cerminnya. Penyimpangan lapangan kolimasi dapat diperbaiki dengan mengatur posisi kemiringan cermin dan/atau dengan mengatur posisi plat timbal atau diserahkan pada teknisi yang berpengalaman.

3.      Penyimpangan ketegaklurusan berkas radiasi.
Jika terjadi penyimpangan lapangan kolimasi biasanya diiringi dengan penyimpangan ketegaklurusan berkas. Ilustrasinya seperti gambar 7 di bawah ini. Penyimpangan ini dapat disebabkan oleh posisi kolimator yang berubah atau rotasi tabung sinar-X yang memiliki tingkat kedataran rendah.

Gambar 7. Ilustrasi pengukuran ketegaklurusan berkas radiasi

Besarnya sudut dce sebanding dengan sudut aeb dan diindikasikan dengan lambang θ. Besarnya penyimpangan ketegaklurusan berkas dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini.


Dari ke-3 penyimpangan yang terjadi pada kolimasi, pemanggilan petugas perbaikan oleh pihak pemilik pesawat sinar-X merupakan hal yang lumrah dilakukan. Namun setidaknya sebelum memanggil petugas perbaikan, terlebih dahulu dilakukan pengecekan secara fisik oleh radiografer dan teknisi. Pengecekan yang tersebut dapat berupa pengecekan tingkat kedataran, pengecekan posisi kolimator, pengecekan rotasi tabung, dll.
Pada saat perbaikan, misal penggantian lampu kolimasi, harus diperhatikan cara membuka dan mengganti lampu kolimasi dengan benar sehingga tidak menimbulkan penyimpangan lainnnya. Awalnya hanya tingkat iluminasinya yang kurang dan setelah dilakukan penggantian lampu justru menimbulkan penyimpangan lain seperti ketidaksesuaian lapangan kolimasi dengan berkas radiasi dan ketegaklurusan berkas radiasi.
Gambar 8. Kolimator yang dapat diputar


Filtrasi (Filtration)
Filtrasi merupakan indikator yang menunjukkan kualitas berkas radiasi akibat proses atenuasi berkas radiasi pesawat sinar-X yang keluar dari tabung karena adanya bahan penghalang atau filter dan biasanya ditunjukkan dalam satuan ekivalen mm Al.
Pada pesawat sinar-X, filtrasi ada dua macam yaitu filtrasi bawaan (inherent filtration) dan filtrasi tambahan (added filtration). Kadang istilahnya sama yaitu inherent filtration. Cara membedakan jika istilahnya sama adalah dengan mencatat inherent filtration pada label tabung dan inherent filtration pada label kolimator. Inherent filtration yang ada di label kolimator itulah yang disebut dengan added filtration.
Pembahasan filtrasi lebih jauh akan dilakukan saat kita membicarakan masalah kualitas berkas radiasi.

Komponen lain yang ada dalam kolimator selain yang telah dibahas di atas adalah filter. Filter yang dimaksud ini sering disebut dengan filter tambahan (added filter). Karena berupa filter tambahan maka filter ini biasanya dapat diatur penggunaannya. Ada beberapa pesawat sinar-X yang filter tambahannya tidak dapat diatur pemilihannya. Namun sering kita temui untuk pesawat sinar-X yang baru kita mendapati bahwa filter tambahan itu data diatur sesuai penggunaannya. Oleh karenanya sering kita mendengar atau mendapati kalau mau melakukan pengukuran kualitas berkas radiasi maka filter tambahannya di nol-kan dulu.




Gambar 9. filter tambahan yang dapat di atur






Gambar 10. Label yang tertera pada kolimator untuk mengidentifikasi spesifikasi kolimasi


Referensi
  1. BAPETEN, Peraturan Kepala No. 9 Tahun 2011 tentang Uji Kesesuaian pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional.
  2. FOOD AND DRUG ADMINISTRATION (FDA), “Routine Compliance Testing Procedures For Diagnostic X-Ray Systems or Components of Diagnostic X-Ray Systems to which 21 CFR Subchapter J is applicable”, Center For Devices And Radiological Health (CDRH), Rockville, Maryland, 2000.
  3. RADIATION SAFETY ACT 1975, “Workbook 3 : Major Radiographic Equipment”, Diagnostic X-Ray Equipment Compliance Testing, Health Department of  Western Australia, Australia, 2000.
  4. New South Walles Environment Protection Authority, “Registration Requirements & Industry Best Practice For Ionising Radiation Apparatus Used in Diagnostic Imaging”, Test Protocols For Part 2 – 5 of Radiation Guideline 6, Department of Environment and Conservation, Sydney South, 2004.
  5. BC CENTRE FOR DISEASE CONTROL,  “Diagnostic X-Ray Unit QC Standards in British Colombia”, Radiation Protection Service, Canada, 2004.
  6. Queensland Government, “Standard for Radiation Apparatus Used to Carry Out Radioscopy”, Radiation Safety Standard, HR002:2004, Queensland Health, 2004.
  7. DEPARTMENT OF HUMAN SERVICES, “Radiation Safety Standard: Fixed and Mobile Radiographic Equipment”, Victoria, 2007.
  8. AMERICAN ASSOCIATION OF PHYSICISTS IN MEDICINE, “Basic Quality Control In Diagnostic Radiology”, AAPM Report No. 4, New York, 1977.
  9. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY (IAEA), Training Material on Radiation Protection in Diagnostic and Interventional Radiology, IAEA Training Material on Radiation Protection in Diagnostic and Interventional Radiology, 2005.
  10. FOOD AND DRUG ADMINISTRATION (FDA), “Resource Manual For Compliance Test Parameters of Diagnostic X-Ray Systems”, Diagnostic Devices Branch, Division of Enforcement I, Office of Compliance,  Rockville, Maryland, 1999.
  11. Guarrini, F. D., “Routine X-Ray Equipment, Tube and Generator, Film and Screen Quality Controls”, Second School In Radiophysics (Diagnostic Radiology), SMR.896-30, International Centre For Theoretical Physics (ICFTP), Italia, 1995.
  12. CODE OF FEDERAL REGULATIONS, “21 CFR Subchapter J Radiological Health”, Revised as of April 2007, Center For Devices And Radiological Health (CDRH), United State (US), 2007.
  13. MINISTRY OF HEALTH MALAYSIA, “Guideline to Obtain Class C Lisence Under The Atomic Energy Lisencing Act (ACT 304)”, Malaysia,_____.
  14. New Jersey Department of Environmental Protection, “New Jersey Administrative Code, Title 7, Chapter 28, Radiation Protection, Subchapter 15 : Medical Diagnostic X-ray Installations (NJAC 7:28-15)”, Trenton, New Jersey, 2001.
  15. Conference of Radiation Control Program Directors, Inc. (CRCPD), “Beam Quality:  Total Filtration and Half -Value Layer”, Q.A. Collectible, Sponsored by CRCPD’s Committee on Quality Assurance in Diagnostic X-ray (H-7), Frankfort, October 2001.
LihatTutupKomentar