Pengukuran Radiasi Bocor (Leakage Radiation) pada Tabung Pesawat Sinar-X

Lama tak sua, semoga selalu dalam lindungan-Nya dan selalu dalam keberkahan..

pada kesempatan kali ini, saya akan menuliskan tentang pengukuran radiasi bocor pada tabung pesawat sinar-X atau tube leakage.

Pendahuluan
Radiasi bocor atau leakage radiation merupakan radiasi yang keluar dari tabung pesawat sinar-X selain berkas utama atau berkas primer. Artinya, jika ada radiasi yang terdeteksi bukan berasal dari berkas utama maka radiasi tersebut adalah radiasi bocor.

Radiasi bocor berguna untuk disain tabung sinar-X dan disain ruang radiasi. Pada disain tabung sinar-X, besarnya radiasi bocor diusahakan tidak memberi kontribusi ke berkas utama. Pada disain ruang radiasi, besarnya radiasi bocor akan berkontribusi ke tebalnya dinding penahan radiasi yang digunakan. Menurut Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 15 Tahun 2014, nilai maksimum radiasi bocor adalah 1 mGy/jam pada jarak 1 meter dari fokus. Nilai tersebut digunakan pada disain tabung sinar-X. Sedangkan nilai radiasi bocor yang digunakan untuk disain ruang radiasi adalah sebagaimana rekomendasi NCRP No. 147, nilai maksimum radiasi bocor dari tabung sinar-X adalah 0,1% dari berkas utama.

Nilai batas 1 mGy/jam itu adalah nilai maksimum radiasi bocor untuk disain tabung pesawat sinar-X. Artinya, pada kondisi normal nilai tersebut tidak akan dicapai kecuali tabung pesawat sinar-X rusak bungkusnya atau ada penggantian kolimator yang diduga terdapat rongga antara tabung dan kolimator.

Permasalahan yang muncul adalah tata cara atau prosedur pengukuran untuk memastikan bahwa persyaratan radiasi bocor tabung sinar-X dipenuhi. Makalah ini dibuat dengan harapan dapat memberikan panduan mengenai prosedur pengukuran radiasi bocor pada tabung sinar-X.

Rambu-Rambu Regulasi Terkait Radiasi Bocor
Pada Perka BAPETEN No. 15 Tahun 2014 dapat diperoleh informasi terkait pengukuran radiasi bocor tabung pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan intervensional, yaitu batas nilai kebocoran radiasi adalah sebesar 1 mGy dalam waktu 1 jam pada jarak 1 meter dari posisi fokus dengan kondisi kuat arus kontinyu maksimum pada kVp (kilo volt peak) maksimum. Selain itu, pada standar Negara lain seperti Amerika Serikat dan India, diperoleh informasi bahwa pemenuhan persyaratan radiasi bocor dilakukan pada pengukuran dengan luasan 100 cm2 dengan jarak maksimum 20 cm dari fokus.

Rambu-rambu terkait radiasi bocor yang dapat diambil dari regulasi di atas adalah:
  1. Pengukuran radiasi bocor dilakukan pada kondisi kuat arus kontinyu maksimum pada tegangan maksimum.
  2. Pengukuran radiasi bocor dilakukan pada luasan 100 cm2 dengan jarak maksimum 20 cm dari fokus.

Kuat Arus Kontinyu Maksimum (Imaks)
Kuat arus kontinyu maksimum adalah kuat arus yang digunakan oleh pesawat sinar-X untuk beroperasi selama 30 menit atau lebih. Artinya, pesawat sinar-X dapat dioperasikan selama lebih dari 30 menit dengan menggunakan kuat arus kontinyu. Salah satu contoh pesawat sinar-X yang dapat dioperasikan secara terus menerus (kontinyu) dalam waktu 30 menit atau lebih adalah pesawat sinar-X fluoroskopi. Menurut Busberg, kuat arus yang digunakan oleh pesawat sinar-X fluoroskopi memiliki rentang nilai dari 1 – 5 mA.

Setiap pesawat sinar-X memiliki nilai kuat arus kontinyu maksimum yang berbeda-beda. Perbedaan itu tergantung dengan siklus kerjanya (duty cycle atau duty rating) dari pesawat sinar-X tersebut. Siklus kerja dari pesawat sinar-X dapat dilihat pada spesifikasi kurva pendinginan untuk anoda dan wadah tabung atau grafik rating tabung.

Siklus kerja merupakan kemampuan pesawat sinar-X (dalam hal ini frekuensi) untuk dapat dilakukan penyinaran yang terus menerus (berurutan) tanpa menimbulkan kelebihan panas (over heat) pada anoda. Siklus kerja juga dapat bermakna rasio dari waktu yang diperlukan untuk penyinaran disbanding dengan waktu yang diperlukan untuk pendinginan atau mulai penyinaran kembali. Interval antara penyinaran yang satu dengan penyinaran selanjutnya harus memadai untuk penghilangan panas dari anoda. Sehingga dapat dipahami bahwa siklus kerja suatu pesawat sinar-X dapat dikarakterisasi dengan ukuran anoda, kV dan mA, dan metode yang digunakan untuk pendinginan tabung.

Misalnya, siklus kerja pesawat sinar-X yang tertera pada spesifikasi teknis adalah 1 : 60 atau 0,0167. Artinya jika kita melakukan penyinaran dengan durasi waktu 0,25 detik maka perlu jeda waktu sebelum dilakukan penyinaran selanjutnya selama 15 detik. Kuat arus kontinyu maksimum dapat dihitung dari siklus kerja yaitu = 1/30 x 20 mA = 0,67 mA. Artinya, pesawat sinar-X tersebut memiliki kuat arus kontinyu maksimum sebesar 0,67 mA dan pengukuran radiasi bocor dapat dilakukan pada kondisi penyinaran 0,67 mA dan 100 kVp.

Selain itu, kuat arus kontinyu maksimum juga dapat diperkirakan dari tegangan kerja maksimum sebuah pesawat sinar-X. Sesuai dengan NCRP Report No. 49, pesawat sinar-X diagnostik yang memiliki tegangan maksimum 150 kV maka kuat arus kontinyu maksimumnya adalah 3,3 mA. Jika tegangan maksimumnya 125 kV maka kuat arus kontinyu maksimumnya 4 mA, begitu pula jika 100 kV adalah 5 mA. Sesuai dengan hal tersebut dapat diketahui makna dari terminologi “kuat arus kontinyu maksimum pada tegangan maksimum”.

Luasan Detektor Aktif dan Jarak Pengukuran
Standar internasional menyatakan bahwa radiasi bocor diukur dengan luasan 100 cm2 pada jarak maksimum 20 cm. Artinya, jika kita melakukan pengukuran radiasi bocor dengan menggunakan detektor berdiameter 6,5 cm (milik Unfors atau Raysafe) maka harus dikoreksi ke nilai 100 cm2 dan jarak 20 cm. Jika luas detektor 33 cm2 (diameter 6,5 cm) maka pengukuran dilakukan pada jarak maksimum 6,6 cm. Pada kasus luas detektor 33 cm2, pengukuran dapat dilakukan pada jarak 5 cm dari fokus kemudian dikoreksi dengan inverse square law ke 100 cm.

Prosedur Pengukuran Radiasi Bocor

Prosedur yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi radiasi bocor adalah dengan melakukan pengukuran secara langsung dengan film radiografi, alat ukur surveymeter, atau dengan ion chamber yang khusus untuk pengukuran radiasi bocor (biasanya luasan ion chamber-nya besar).

Rincian dari prosedur tersebut adalah:

1. Pengukuran dengan film radiografi.
 
Prosedur:
  • tutup diafragma atau kolimasi pesawat sinar-X dan atur/letakkan posisi tabung di atas meja pasien. Jika penutupan kolimasi masing dianggap kurang rapat maka dapat ditempel lembaran Pb pada kolimasi.
  • ambil 6 buah kaset film ukuran besar yang siap pakai, dan pasang di sekeliling tabung sehingga membentuk kubus terkecil yang dapat dicapai (sekitar 0,1 meter dari tabung). Jangan lupa kaset diberi nomor urut dan di catat posisinya.
  • lakukan penyinaran dengan kondisi kVp tertinggi yang pernah dipakai (sesuaikan dengan kondisi pesawat), misal 125 kVp, 200 mA dalam waktu 1 detik.
  • kemudian film diproses dan lakukan analisis derajat kegelapan film tersebut.

Analisis:
bacaan tertinggi (mR atau mGy atau mSv) x (4 mA / 200 mAs) x 1/3600 (untuk konversi ke per jam) x (0,1/1)^2 (inverse square law) = X mR/jam atau mGy/jam atau mSv/jam.

Catatan:
200 mAs dapat dicapai dengan kombinasi 400 mA untuk 0,5 detik atau 200 mA untuk 1 detik atau 100 mA untuk 2 detik. Dalam analisis ketiga pilihan tersebut nantinya tetap dibagi 200 mAs dan dikalikan 3600 untuk konversi ke per jam.

2. Pengukuran dengan Ion Chamber atau Surveymeter

Prosedur:
  • Cek pesawat sinar-X, berapa kVpmaks-nya, misal 125 kVp berarti pakai nilai arus tabung kontinyu 4 mA.
  • Pilih kVp tertinggi yang pernah atau biasa dipakai dalam klinis, misal 100 kVp. Pilih mA terendah yang biasa dipakai (misal: 50 mA), dan waktu penyinaran terlama yang pernah dipakai (misal: 5 detik). Jangan lupa!!! Sesuaikan dengan kondisi pesawat sinar-X.
  • Set alat ukur ke mode laju dosis (dose rate, mGy/h atau mSv/h atau mR/h) atau dosis sesuai dengan kondisi pesawatnya apakah mA dan detiknya terpisah atau menyatu.
  • Posisikan chamber pada jarak yang sesuai dengan luasan detektor (jangan melebihi jarak maksimum yang sesuai dengan luasan detektornya). Misal: posisikan chamber pada jarak maksimum 0,1 meter dari tabung jika luasan detektornya 50 cm2.
  • Lakukan penyinaran dan ulangi penyinaran untuk berbagai posisi dari muka tabung (lihat Gambar 1)

Analisis:
  • Jika setting mA dan s terpisah, bacaan (mR/jam atau mGy/jam atau mSv/jam) x (4 mA / 50 mA) x (0,1/1)^2 (inverse square law) = X mR/jam atau mGy/jam atau mSv/jam.
  • Jika setting mA dan s menyatu, bacaan (mR atau mGy atau mSv) x (4 mA / 120 mAs) x 1/3600 (untuk konversi ke per jam) x (0,1/1)^2 (inverse square law) = X mR/jam atau mGy/jam atau mSv/jam.

Catatan:
Jika kondisi penyinaran mA dan s tidak terpisah maka setting mAs minimum yang digunakan untuk pengukuran radiasi bocor adalah:
  • 150 kVp, maka gunakan 3,3 x (3600/100) = 118,8 mAs, jadi bisa digunakan 120 mAs.
  • 125 kVp, maka gunakan 4 x (3600/100) = 144 mAs, atau bila tidak bisa maka bisa gunakan 150 mAs.
  • 100 kVp, maka gunakan 5 x (3600/100) = 180 mAs.



Gambar 1. Tabung Pesawat Sinar-X dan Posisi Pengukuran


Faktor-Faktor Penting lain dalam Pengukuran Radiasi Bocor
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dan penting diperhatikan ketika melakukan pengukuran radiasi bocor:

1) pengukuran radiasi bocor sangat direkomendasikan secara mandatori untuk produsen pesawat sinar-X dalam hal kendali mutu produk, dan untuk tabung sinar-X yang telah mengalami perbaikan akibat goncangan/jatuh, dan penggantian kolimator (pengecekan sambungan tabung dan kolimator). Selain itu tidak mandatori.

2) pada kondisi nyata, pengukuran radiasi bocor tidak dilakukan pada tegangan maksimum (kVpmaks), namun dilakukan pada tegangan tertinggi yang biasa digunakan untuk penyinaran klinis. Tetapi pada analisisnya tidak perlu di normalisasi ke kVp maksimum alat. Namun hanya di normalisasi ke kuat arus kontinyu maksimum pada kVp maksimum (mA @kVp maksimum).

3) perlu diperhatikan dalam pengukuran radiasi bocor adalah waktu penyinaran dan mA yang digunakan. Pastikan, bahwa waktu penyinaran yang dipilih adalah waktu yang paling lama yang biasa digunakan untuk klinis (misal, kalau bisa 1 detik, dapat pakai yang 1 detik). kemudian untuk mA, dipilih mA yang kecil atau sedang (misal: 50 atau 75 mA) karena sudah pakai kVp maksimum sesuai kondisi alat.
Setting waktu atau lamanya penyinaran, sesuaikan dengan respon minimum alat. Misal: unfors atau raysafe, respon alatnya minimum 0,5 detik. Maka harus pilih waktu yang lebih dari 0,5 detik. Diusahakan jangan pilih waktu kurang dari 100 ms (0,1 detik).
Bagaimana kalau tidak ada pengaturan mA dan s? yang ada hanya pilihan mAs? Pilihan mAs minimum dapat dilakukan seperti catatan pada prosedur nomor 2.

4) data yang harus dicatat dalam pengukuran radiasi bocor.
Jika setting alat tidak dapat dipisahkan pengaturan mA dan s -nya maka settingnya tentu mAs, sehingga data yang diukur adalah dosisnya (bukan laju dosis). Jika setting alat dapat memisahkan mA dan s, maka data yang diambil adalah laju dosisnya.

5) sebenarnya pengukuran hotspot radiasi bocor sangat direkomendasikan pakai film radiografi, baru tahap selanjutnya jika perlu kajian dosis maka perlu pakai ion chamber. Ini alasan proteksi. Kalau pengukuran radiasi bocor dilakukan dengan pilihan : a). personil berada di dekat sumber b). personil jauh dari sumber (di ruang operator). Pilihan proteksi tentu pilih yang pilihan b.

Terakhir, kembali lagi, harus kita pikirkan bersama, apakah radiasi bocor ini menjadi salah satu peremeter uji rutin tahunan atau tidak? atau harus dilakukan pada kondisi tertentu, misal: untuk tahapan produksi pesawat sinar-X, dan pada tahapan penggunaan pesawat sinar-X karena ada perbaikan tabung dan/atau penggantian kolimator.

Daftar Referensi
  1. American Association of Physicists in Medicine (AAPM), Protocols for The Radiation Safety Surveys of Diagnostic Radiological Equipment, AAPM Report No. 25, New York, 1988.
  2. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Peraturan Kepala BAPETEN No. 15 Tahun 2014 Tentang Keselamatan Radiasi dalam Produksi Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional, Jakarta 2014.
  3. National Council on Radiation Protection and Measurement (NCRP), Structural Shielding Design for Medical X-Ray Imaging Facilities, NCRP Report No. 147, Bethesda, MD, 2004.
  4. National Council on Radiation Protection and Measurement (NCRP), Structural Shielding Design and Evaluation for Medical Use of X Rays and Gamma Rays of Energies up to 10 MeV, NCRP Report No. 49, Bethesda, MD, 1991.
  5. Radiological Council of Western Australia, Workbook 3 Major Radiographic Equipment, Diagnostic X-Ray Equipment Compliance Testing, Department of Health of Western Australia, 2006.
  6. The British Journal of Radiology, Excessive leakage radiation measured on two mobile X-Ray units due to the methodology used by the manufacturer to calculate and specify the required tube shielding, Short Communication, Br J Radiol 2006;79:162-164, 2006.
  7. website internet, http://www.sprawls.org/ppmi2/XRAYHEAT/, diakses 20 Februari 2011.
  8. website internet, https://www.inkling.com/read/essential-physics-medical-imaging-jerrold-bushberg-3rd/chapter-6/6-2-x-ray-tubes, diakses Tanggal 20 Februari 2011.
  9. Website internet, PART 1020 -- Performance Standards for Ionizing Radiation Emitting Products, 21CFR1020.30, Code of Federal Regulations, Title 21, Volume 8, Revised as of April 1, 2014, http://www.accessdata.fda.gov/ scripts/cdrh/cfdocs/cfcfr/CFRSearch.cfm?FR=1020.30, diakses tanggal 6 Maret 2015.
  10. Website internet, SAFETY CODE FOR MEDICAL DIAGNOSTIC X-RAY EQUIPMENT AND INSTALLATIONS, Atomic Energy Regulatory Board (AERB), AERB SAFETY CODE NO. AERB/SC/MED-2 (Rev. 1), http://www.aerb.gov.in/AERBPortal/pages/English/t/publications/CODESGUIDES/SC-MED-02-REV1.PDF , diakses Tanggal 18 Maret 2014
  11. Website internet, Specifications Unfors Xi Platinum Edition, http://www.owensscientific.com/owensscientific/images/items/owens_unforsxi_platinum.pdf, diakses 26 November 2012.

LihatTutupKomentar